[caption caption="Iklan judi (screenshoot kompasiana.com)"][/caption]Tiba-tiba mataku tak bisa diajak kompromi tatkala hendak menjawab komentar salah satu kompasianer yang ternyata komentarnya tidak berkaitan dengan artikel yang aku tulis. Mataku jadi perih dan dadaku berdegup kencang, tanda tak menerima jika tulisan yang aduhai itu harus dititipi dan ditumpangi komentar yang justru berisi iklan perjudian.
Terlihat pada screenshot pada artikel saya sebelumnya, iklan judi yang notabene amat dilarang oleh negara terpampang dengan jelasnya. Bahkan situs pun dipajang untuk menarik konsumennya. Seorang kompasianer dengan nama Angelina Farbios kog justru menjadi bagian penyebar konten perjudian di dunia maya. Apakah admin kompasiana tidak membaca komentar (iklan) itu ya?
Judi hakekatnya sebuah aktivitas sia-sia lantaran banyak yang tertipu oleh bos judi. Tak hanya tertipu ratusan ribu rupiah, karena banyak pula yang hingga jutaan rupiah. Kasus ini pernah terjadi pada salah satu kerabat yang ternyata berani coba-coba menggunanakan judi online karena rayuan gombal dan iming-iming hadiah ratusan juta rupiah dengan amat gampangnya.
Seorang "penipu" sengaja membuat situs yang berisi aneka perjudian dan sepertinya begitu mudah dimainkan meskipun isinya hanyalah tipu-tipu. Bahkan beberapa bulan yang lalu di jakarta tertangkap klub Judi online yang mengaku dibayar demi mengeruk keuntungan dari member barunya. Sedikit demi sedikit mafia judi terkelupas kulitnya lantaran dapat diendus aparat. Meskipun demikian apakah mereka kalangkabut dan kocar kacir? Kayaknya enggak tuh. Justru saat ini perkembangan judi modus baru ini semakin berani menunjukkan eksistensinya.
Ada aneka judi yang mudah sekali menipu, seperti judi Poker bahkan dilombakan tingkat dunia, judi dilombakan hingga hadiah ratusan juta rupiah. Belum lagi judi togel, yang hingga saat ini semakin merajalela. Satu bandar disergap dan dipenjarakan, di tempat lain membuka cabang baru. Sepertinya tidak ada takut-takutnya, apalagi jera. Mereka berdalih dengan berjudi bisa mengandakan uang.
http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/mengapa-aku-tak-memakai-akun-palsu-belajar-dari-fenomena-pakde-kartono_5600b8ba5c7b61901ee3bebb
Coba kita kuliti satu persatu apakah benar karena judi bisa kaya.
Bung Topo, sebut saja namanya demikian, sejak saya kelas satu SD atau bahkan sebelum saya dilahirkan ke dunia ini ia sudah aktif berjudi. Pada waktu itu judi koprok atau dadu yang menjadi kegiatannya sehari-hari. Setiap hari beliau melanglah buana dari satu daerah ke daerah lainnya. Dari satu tontonan ke tontonan lainnya. Dan sayangnya hobi berjudi ini pun dibarengi dengan hobi main perempuan. Saya menyebutkan satu contoh ini karena masih ada sambungan famili jauh dari pihak ibuku.
Bahkan saking seringnya berjudi, sampai-sampai polisi hafal dengan tempat dimana mereka membuka lapaknya. Entahlah, apakah si oknum polisi juga turut bermain koprok itu? Atau justru menjadi penyandang dananya? Atau meminta upeti kepada bandar dengan dalih ikut menjadi becking agar aman dan nyaman dalam operasinya. Pantas saja setiap beliau digerebek, ternyata penggerebeknya ya itu-itu lagi. Ada juga yang benar-benar menangkap dan membakar lapak judinya, esoknya lagi bung Topo ini mempunyai lapak yang baru.
Saya sangat prihatin, karena ternyata orang yang semestinya menjadi contoh tuk anak-anaknya malah mengajarkan anaknya berjudi.
Dengan hoby berjudi dan menjadi bandar apakah Bung Topo kaya? Ternyata dugaan saya meleset. Meskipun beliau sering menang judi, ternyata uangnya selalu habis untuk befoya-foya, minum-minuman keras. Belum lagi hobi bermain perempuan. Tak pelak istri yang menanti di rumah seringkali mendapat kabar suaminya dipenjara. Dan seringnya lagi ditagih hutang lantaran setiap kalah berjudi selalu mengutang. Betul kata Bang Haji Rhoma Irama, Uang judi najis tiada berkah.
Bertahun-tahun menjalani hoby judi ini justru pekarangan yang semestinya dikembangkan untuk usaha ikut terjual untuk membayar hutang. Belum lagi istri tak pernah diberikan uang kebutuhan sehari-hari. Anak-anka yang tidak terurus lantaran orang tua yang jarang di rumah.
Pak Bejo, beliau juga hoby berjudi. Judi togel menjadi hobinya. Ia memang sering nembus beberapa kali tapi tetap saja ia menangguk kerugian lantaran sekali nembus, esoknya lagi uang hasil judinya habis lantaran untuk membeli nomor lagi. Bahkan beberapa bulan yang lalu ia digerebek dan ditangkap polisi hingga harus masuk ke jeruji besi. Beberapa bulan istri tidur sendirian bertemankan nyamuk-nyamuk dan selimut saja. Sedangkan suaminya bernasip sama,menikmati hotel prodeo yang sama sekali tidak nyaman untuk ditempati, walaupun hanya semalam saja.
Bung Topo dan Pak Bejo baru dua contoh penjudi yang mendapatkan "bala" lantaran melakukan kegiatan keji ini. Karena di tempat lain, sebut saja Usro juga mengalami nasib yang sama. Meskipun tidak ditangkap pihak kepolisian, ia harus menanggung hutang yang tak sedikit. Setiap hari adaorang yang menagih hutang, padahal keluarganya tidak mampu.
Awalnya Usro adalah seorang yang lugu, bekerja di salah satu warnet di kampungnya ia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang demi membantu orang tuanya. Namun sayang sekali usahanya ingin mendapatkan uang justru kandas lantaran berkenalan dengan judi poker. Uang yang semestinya bisa dibelikan beras, harus membayar lawan mainnya di dunia maya. Saya sempat terperangah sewaktu ia mengatakan pernah menang. Tapi kembali tertegun lagi tatkala mengatakan bahwa berkali-kali pula ia mengalami kekalahan. Judi selalu saja membawa bangkrut. Hanya bandar besar yang curang saja yang akan kaya dengan mengeruk kebodohan membernya.
Memang benar judi togel hadiahnya besar hingga puluhan juta rupiah, tapi yang bisa mendapatkan hadiah itu hanya orang tertentu. Sedangkan selebihnya bisanya gigit jari.
Dan lebih anehnya lagi, para pembeli nomer togel ini ternyata ditipu oleh bandarnya sendiri. Nomor yang semestinya tembus, lantaran banyak yg tembus nomor itu, dengan sangat liciknya akhirnya dibatalkan.
Dari segi hukum agama jelas haramnya, hukum negara melanggar undang-undang tentang pemberantasan perjudian. Dan tentu hukum sosial ia dianggap sampah masyarakat. Apa sebab? Karena setiap ada kelompok penjudi atau maniak judi, maka kampung itupun tidak aman. Ayam sering hilang, kambing, bahkan sapi pun turut menjadi incaran. Tentu karena ingin memperturutkan hawa nafsu ingin hidup sejahtera dari judi meskipun keluar dari logika yang nalar.
Iklan Judi, Sumber Malapetaka yang Minim Razia
Saya sering mendapati iklan judi tiba-tiba bertengger cukup lama di beberapa media informasi dan medsos. Di media informasi internet, sering saya baca di salah satu komen di Kompas[dot] com. Secara gamblang ia menawarkan produk judi kepada khalayak umum tanpa takut terjerat hukum. Saya menduganya pemilik situs dan iklan itu hakekatnya sangat rapi menyimpan status pribadinya. Tak hanya di sebuah situs internet, karena lewat jaringan Short Massage Service saja ulah para penipu ini begitu mudah diketemukan.
Misalnya dengan modus "Dukun Sakti" Jika ingin beruntung tembus nomor togel, hubungan nomor ini 0812******** saya siap membantu". Dan aneka jenis SMS sejenis yang tujuannya agar para pembaca yang tertipu mau saja mengikuti arahan si penipu dengan menyerahkan uangnya demi mendapatkan wangsit palsu dari dukun palsu.
Apakah iklan judi sudah atau sulit diberantas?
Sepertinya iklan judi, situs judi dan aneka media yang menyiarkan dan mempromosikan perjudian sudah banyak yang diblokir dan pelakunya ditangkap. Tapi ibarat memungut jarum di tumpukan jerami, satu diketemukan, yang lain masih bergentayangan. Saya menduga modus situs judi ini sudah menjadi tren cari duit dengan mangsanya sang maniak judi. Tanpa sadar mereka terjebak aksi tipu-tipu dan tanpa sadar telah ditipu.
Seperti halnya iklan pornografi, dengan memblokir situs tersebut hakekatnya menghambat proses penyebaran informasi. Meskipun ada banyak yang luput dari pemblokiran lantaran mereka sangat lihai menyimpan identitas situsnya. Adapula situs tersebut adalah judi tapi menggunakan nama situs yang tak menunjukkan status yang sebenarnya.
Belum lagi mereka tergolong licin, satu situs diblokir maka akan muncul situs baru dan ternyata memiliki member yang berjubel seperti dagangan kain kumel. Sungguh membuat miris dan cukup memprihatinkan.
Iklan judi, tetaplah musuh bersama yang semestinya segera dilaporkan kepada pihak berwajib agar ditindak lanjuti. Namun acapkali kita tak mau tau alias cuek dengan apa yang terjadi di dunia maya. Jangankan di dunia maya, di dunia nyata yang nyata-nyata melihat adu jago (sabung ayam) saja kita diam saja, apalagi di dunia maya?
Penjudi memang bisa kaya, karena cara-cara mereka mencurangi lawan mainnya. Mereka membentuk komunitas bersama untuk menipu member baru demi meraup keuntungan bersama. Ada pula penjudi yang kaya di film-film China seperti tokoh yang terkenal dengan judul The King of Gambler, sebuah film yang meniscayakan diri bahwa penjudi itu bisa kaya, tapi sangat jelas ditampakkan ternyata cara-cara mereka dalam memenangkan permainan adalah CURANG dan menggunakan ANCAMAN DAN KEKERASAN FISIK. Sayang sekali film ini sangat digemari di Indonesia meskipun negara ini adalah negara agamis "katanya".
Memprihatinkan.............
http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/lampung-diselimuti-asap-darimana-asalnya_55ff821845afbdc7048b456a
http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/belajar-dari-tadjie-seorang-difable-ingin-tetap-sekolah-meski-dalam-kekurangan_55fa275abf22bd6005814651
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya
Hak cipta terpelihara © 2024 Media Mulia Sdn Bhd 201801030285 (1292311-H) Satu lagi produk Media Mulia Sdn. Bhd.
Indonesiabaik.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan Indonesia masuk dalam darurat judi online. Iklan judi online acap dijumpai saat mengakses laman tertentu di internet, baik melalui seluler atau desktop.
Meskipun beberapa negara telah mengatur dan melarang perjudian online, masih banyak iklan yang muncul di berbagai situs web
Tips Hindari Iklan Judi Online
Klik pada ikon tiga titik vertikal di pojok kanan atas jendela peramban.
Klik pada "Lanjutan."
Di bawah bagian "Privasi dan keamanan," temukan opsi "Pengaturan konten."
Klik pada "Pop-up dan pengalihan."
Aktifkan opsi "Blokir situs dari menampilkan pop-up.
Selain itu, hindari menginput kata kunci yang berkaitan dengan judi online seperti “slot, gacor, maxwin, dll.” di laman pencarian. Sebab, algoritma Pusat Iklan Google akan merekomendasikan promosi kepada Anda berdasarkan apa yang Anda cari.
Selain itu, untuk menunjang upaya bersama tersebut, Kementerian Kominfo membuka kanal aduan masyarakat melalui tautan aduankonten.id untuk melaporkan penemuan konten negatif di platform digital.
Aduan masyarakat terkait konten bermuatan negatif dapat dilaporkan melalui laman aduankonten.id, email [email protected], maupun melalui akun Twitter @aduankonten. Selain itu, bisa juga diakses melalui WhatsApp di nomor 08119224545.
MARAKNYA situs judi online semakin meresahkan masyarakat. Oleh sebab itu, Lembaga Konsumen Digital Indonesia (LKDI) mendesak agar platform media sosial (medsos) menghentikan penetrasi iklan produk-produk perjudian daring di medsos yang berhasil memengaruhi masyarakat.
LKDI mencatat tayangan iklan judi online di medsos, seperti Instagram, Facebook, YouTube, TikTok, dan X (sebelumnya Twitter), makin agresif. Akibatnya, enam dari 10 pengguna internet melihat iklan judi online setiap mengakses internet terutama medsos.
Berdasarkan survei terbaru Populix bertajuk Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure, terdapat 82 persen responden pengguna internet Indonesia yang terpapar iklan judi online.
Baca juga : Demi Judi Slot, Tiga Pria Nekat Bobol Uang di ATM Senilai Hampir Rp500 Juta
Survei melibatkan 1.058 responden dan digelar pada 21-28 November 2023, dengan sebaran 80 persen populasi di Jawa; 11 persen di Sumatera; dan 9 persen di pulau lainnya. Dari sisi usia, responden didominasi kelompok umur 17-25 tahun (45 persen) dan usia 26-35 tahun (21 persen).
Hasilnya, menurut pengakuan responden, jenis iklan yang paling banyak dilihat adalah slot 80 persen, domino 59 persen; poker 48 persen; kasino 47 persen; judi bola 44 persen; e-games 15 persen; permainan kartu 15 persen; olahraga virtual 8 persen; dan permainan angka atau toto gelap (togel) 7 persen.
Menurut hasil survei yang dirilis pada pertengahan Februari 2024 tersebut, mayoritas atau 46 persen responden mengaku paling sering menjumpai iklan judi online di Instagram, disusul Facebook dan Youtube, masing-masing 45 persen, lalu TikTok 27 persen, dan X (Twitter) 16 persen.
Baca juga : PPATK Setop Transaksi Judi Online Rp850 Miliar Sepanjang 2022–2023
Akibatnya, selama tahun 2023 lalu ada 3,29 juta masyarakat yang terbujuk iklan dan terlibat judi online. Nilai transaksinya luar biasa, mencapai Rp327 triliun. Angka tersebut meningkat 100 persen lebih dibanding tahun sebelumnya, 2022 sebesar Rp155,4 triliun.
“Oleh sebab itu, tayangan iklan judi online di media sosial, khususnya platform Instagram dan Facebook harus segera dihentikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, karena makin membahayakan masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Direktur Eksekutif LKDI Kholiq Basmallah, dalam keterangan tertulis, Jum’at, 5 April 2024.
Kholiq menambahkan iklan medsos merupakan kanal utama para marketer judi online untuk menjaring para calon konsumennya. Kondisi ini, menurut Kholiq, sangat mengkhawatirkan, mengingat pengguna ruang medsos didominasi oleh anak muda baik Gen Y maupun Gen Z.
Baca juga : Cinta Mega yang Dipecat karena Main Judi Slot saat Rapat Kembali Nyaleg dari PAN
“Apa pun nama dan bentuknya, judi online adalah penyakit sosial yang sangat kronis, berbahaya, dan belum ada penyelesaiannya. Terlebih sejak internet membumi di seluruh pelosok Indonesia,” imbuh Kholiq.
Menurut catatan LKDI, setiap hari muncul ratusan hingga ribuan situs atau website judi online. Sementara itu, di saat yang bersamaan dengan kemunculan-kemunculan tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) juga melakukan penyisiran dan pemblokiran terhadap situs-situs perjudian.
Seolah terjadi perang yang tak kunjung usai antara marketing judi online dengan aparatur negara. Setiap Kemenkominfo memblokir beberapa situs, muncul situs-situs baru lainnya.
Baca juga : Bandar Judi Online Pekanbaru Beraset Rp57,7 Miliar Ditangkap
“Itu fakta, ya. Pemblokiran website ternyata tidak menyelesaikan masalah karenanya, LKDI meminta agar pemerintah menggunakan wewenangnya untuk melarang penayangan iklan judi online di media sosial, khususnya Instagram dan Facebook,” tegas Kholiq.
Sebagai bentuk perhatian nyata terhadap masalah ini, Kholiq menambahkan, LKDI bakal meminta pihak Meta Indonesia agar menghentikan penayangan iklan judi yang sangat agresif tersebut.
Desakan perlu dilayangkan karena dua alasan. Pertama, karena iklan judi online menjadi pintu masuk menjamurnya judi online dan kedua, karena pengguna platform medsos di bawah Meta sangat besar. Saat ini, tercatat ada 125 juta pengguna Facebook dan hampir 100 juta pengguna Instagram di Indonesia di mana jumlah tersebut merupakan target kuantitatif iklan judi yang fantastis.
Baca juga : Menkominfo: Ruang Digital bakal Bersih dari Judi Online dalam Sepekan
“Itulah sebabnya, fokus perhatian kami awali kepada Meta Indonesia, perusahaan yang menaungi FB dan IG, platform yang diikuti paling banyak di Indonesia,” kata Kholiq.
Fakta yang dihimpun LKDI, tambah dia, kebanyakan korban judi online justru bukan dari kalangan menengah ke atas, alih-alih orang orang kaya, tetapi justru dari kelas menengah ke bawah baik itu rentan miskin, miskin, bahkan miskin ektrem.
Masyarakat menengah ke bawah yang terjebak pusaran judi online terus mengeluarkan uang untuk judi, namun tak pernah merasakan perputaran uang yang masuk kembali ke pada mereka. Uang mereka disedot oleh bandar judi dunia maya yang berada di luar negeri.
Baca juga : Usulan Pajak Judi Online Menyesatkan
Para pejudi online bisa dipastikan kalah karena, sebagaimana temuan LKDI, sistem algoritma judi online sudah diatur sedemikian rupa untuk memenangkan bandar. Semua uang yang masuk untuk judi sudah pasti masuk ke bandar.
Oleh karena itu, LKDI menilai untuk menghentikan aliran dana dari orang miskin ke para bandar judi yang kaya raya, caranya bukan dengan menerapkan pajak judi online sebagaimana wacana yang beberapa waktu lalu sempat dikembangkan Menkominfo, tetapi harus dengan tegas menghentikan praktik judi online itu sendiri.
"Menerapkan pajak itu sama saja dengan melegalkan perjudian itu sendiri. Ini tidak boleh terjadi,” tegas Kholiq Basmallah.
Menghentikan judi online pun, menurut Kholiq, jangan hanya dengan memblokir situs-situs judi karena merupakan cara yang terbukti tidak efektif itu. Tetapi harus dengan terobosan baru, yaitu menghentikan dan melarang penanyangan iklan judi online di semua media.
"Dulu, ketika kita terpapar iklan, transaksinya harus pergi ke toko terdekat. Sekarang, di era digital ini, kalau kita tertarik pada iklan, kita bisa langsung transaksi saat itu juga, dengan sekali klik, langsung transaksi. Ini lebih membahayakan. Harus segera ditangani,” tutup dia. (Z-8)